Protes Terhadap RUU Penyiaran oleh IJTI Madura Raya Pokja Bangkalan

    Protes Terhadap RUU Penyiaran oleh IJTI Madura Raya Pokja Bangkalan
    Anggota IJTI Madura Raya Pokja Bangkalan saat memasang banner penolakan di jembatan Suramadu sisi Masura

    BANGKALAN,   -

    Organisasi Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Korda Madura Raya, khususnya Pokja Bangkalan, menggelar aksi menolak draf Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang diusulkan oleh DPR. Aksi tersebut dilaksanakan di pintu masuk Jembatan Suramadu sisi Bangkalan, Madura, Sabtu (18/05/2024) siang. 

    Penempatan spanduk di lokasi tersebut bertujuan agar masyarakat umum, serta para pejabat dan anggota DPR RI dapil Madura, dapat membaca dan memahami alasan penolakan ini.

    Ketua IJTI Madura Raya Pokja Bangkalan, Abdur Rahem, mengungkapkan bahwa draf RUU Penyiaran ini tumpang tindih dengan UU Pers. "Dalam RUU Penyiaran ini, penyelesaian sengketa pers akan diselesaikan di KPI, padahal seharusnya di Dewan Pers. Ini sudah tidak benar, " ujarnya.

    Lebih lanjut, Abdur Rahem menjelaskan bahwa pasal yang melarang penayangan hasil investigasi di media dalam RUU Penyiaran bertentangan dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. "Revisi ini tidak hanya mengancam kebebasan pers, tetapi juga merugikan kepentingan publik untuk mendapatkan akses informasi yang berkualitas. Larangan ini bertentangan dengan Pasal 4 Ayat (2) UU Pers. Jelas larangan itu akan membungkam kemerdekaan pers dan merugikan kepentingan publik, " tegasnya.

    RUU Penyiaran tersebut terus mendapatkan kritik karena sejumlah pasal di dalamnya dinilai berpotensi menghambat kebebasan pers. Meski ada penolakan, pembahasan RUU ini tetap berlangsung di DPR. Salah satu pasal yang diprotes adalah Pasal 50 B ayat 2 huruf c yang mengatur larangan penayangan eksklusif liputan investigasi. Padahal, liputan investigasi dan eksklusif adalah mahkota jurnalis yang membutuhkan biaya besar dan waktu yang lama.

    Dalam aksinya, IJTI juga mengkritik keras argumen Komisi I DPR yang menyatakan bahwa jurnalisme investigasi dapat mempengaruhi proses hukum. "Argumentasi ini sulit diterima akal sehat karena di berbagai negara demokrasi, proses hukum dapat berjalan seiring dengan hak masyarakat untuk menerima informasi yang berkualitas. Jika RUU Penyiaran ini disahkan, maka kontrol sosial terhadap kebijakan pemerintah akan hilang, " kata Abdur Rahem.

    "Tugas DPR adalah menyejahterakan masyarakat dan membela mereka, bukan membungkam media, " tambahnya.

    Ia menegaskan bahwa larangan menyiarkan liputan investigasi dan eksklusif tidak sesuai dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. "Ada sesuatu yang beracun terhadap kebebasan pers dalam RUU ini. Kami belum tahu siapa yang memasukkan pasal-pasal yang merenggut kemerdekaan pers ini."

    IJTI menolak pasal-pasal dalam RUU Penyiaran yang menghalangi tugas jurnalistik dan kebebasan pers. Aksi penolakan akan terus berlangsung hingga DPR mencabut pasal-pasal yang merugikan tugas jurnalistik. Abdur Rahem juga berjanji bahwa jika tuntutan para jurnalis tidak dipenuhi, mereka akan melakukan aksi besar-besaran bersama rekan-rekan jurnalis se-Indonesia untuk mengepung kantor DPR di Senayan.

    bangkalan tolak ruu penyiaran ijti
    Ahsanul Ahsan, SE

    Ahsanul Ahsan, SE

    Artikel Sebelumnya

    Kunjungan Kerja Pemkab Banjar ke Bangkalan:...

    Artikel Berikutnya

    Sebanyak 79 Kepala Sekolah di Kabupaten...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Mengenal Lebih Dekat Koperasi
    Hendri Kampai: Merah Putih, Bukan Abu-Abu, Sekarang Saatnya Indonesia Berani Jadi Benar
    Kapolri Sebut Pengamanan Nataru Akan Dilakukan 141.443 Personel
    Hendri Kampai: Swasembada Pangan dan Paradoks Kebijakan
    Polda Jatim Berhasil Ungkap 28 Kasus TPPO, 41 Tersangaka Diamankan

    Ikuti Kami